Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2011

!!!!

kau pernah mengajariku cara mencintamu satu waktu sebelum kau memintaku tuk membencimu, dan kesalahan terbesar dalam hidupku adlh mengenalmu

NN

mencintai bukanlah bagaimana kamu melepaskan, melainkan bagaimana kamu bertahan..  _ Kahlil Gibran

NN

Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa-apa pun kecuali dari dirinya sendiri. _Kahlil Gibran

kebahagiaan

ditiap kebahagiaanmu, ada kebahagiaanku, walau kerap kali ada kepedihan setelah itu,,

namaku

namaku senja tapi kau lebih sering memanggilku "luka"

pohon bidara

adalah sebuah pohon yang menandai akhir dari langit / surga ke tujuh,  sebuah batas dimana mahluk tidak dapat melewatinya, Sidrat al-Muntahā berasal dari kata  sidrah  dan  muntaha .  Sidrah  adalah pohon Bidara, sedangkan  muntaha  berarti tempat berkesudahan, Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari NabiShallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan

kau bilang

kau bilang cinta adalah kesejukan, kedamaian, keindahan, Lantas... apa arti belati yang kau tancapkan dijantungku ini?

sunyi sepi

sendiri dipekat malam, sepi di tepian pantai, menatap rembulan yang mengambang disunyi tubuh lautan,,

sayapku

sengaja kupatahkan sayap_sayapku hanya untuk bersamamu, aku merasa percuma bisa terbang tapi sendiri, sepi dilangit tanpamu,,

mawar & ketabahan

mawar tengah belajar ketabahan, bukan pada airmata tapi pada hening bebatuan ngarai, serupa pertapa yang ingin mencapai moksa,,

rahasia

ingin ku ceritakan cinta ini kepadamu sebagai sesuatu yang abadi, seperti rahasia yang disampaikan hujan kepada bumi,,

rinduku

sekuat apapun rinduku, aku tetap mampu untuk membunuhnya, :P

kecupan lembut

rindu ini seperti kecupan lembutmu; pedihnya terasa didenyut_denyut nadi, kecupan lembut malaikat maut,,

hidupku

kau tlah menjadi debar bagi denyut jantungku; ditiap detaknya ada cinta, ditiap detiknya ada do'a_do'a,,

penantian

kini aku sendiri, sepi dan sunyi, seperti pohon bidara yang tenang ditepian pantai, menatap sekumpulan burung_burung pulang kandang, lalu menyaksikan rembulan yang mengambang disunyi tubuh lautan,,,

cinta dan kesedihan

ku ingin bermain dihalamanmu, menabur bunga_bunga, membersihkan rerumputan, merapikan belukar yang mulai memudar,, sebuah taman pudar yang terkadang cuaca membadai,  duri_duri menyeringai pekat, bunga_bunga pun hanya tersenyum pucat,, “Biarkan tanganku menyentuhmu, biar kurawat segala luka-lukamu”, kataku, pada luka_lukamu, ditaman  itu, Langitpun mulai muram, sebentar lagi hujan,, “Musim tak sebaik yang kau duga..  tapi cinta lebih kuat dari yang kau tahu”, kataku, menenangkan risaumu,, “Sampai kapan kita dapat bertahan, jika pancaroba selalu datang ke taman kita”, katamu meragukan ketabahanku, “Sampai engkau kehilangan aku, sampai kesedihan tak lagi tunduk kepada waktu”, kataku,,

sajakku

sajak_sajakkulah yg kelak jadi saksi ketabahanku, ketika ku melepasmu dan bagaimana ku cabuti duri_duri ini dari jantungku sendiri,,

gegas

di hatiku yang lebam, aku bergegas melangkahkan kaki, sekuat tenaga tuk beranjak pergi, kelak, kau akan menyadari bahwa cintaku telah mati,,

cinta adalah

karena cinta adalah semesta dengan segala kefanaannya, maka aku akan mencintai dia yang mencintaiku dan meninggalkan dia yg mengabaikanku

untukmu

aku pernah sangat mencintamu satu waktu, sebelum waktu menjemputku dari masa lalu..

karena cinta

karena aku mencintaimu, maka akan tetap kubiarkan seperti itu, takkan merubahnya hingga detik terakhirku, hingga akhirnya waktu mnyembunyikanku,,

ikhlas&anugrah

anugrah itu adalah ketika aku mengenal dan mencintaimu ikhlas itu adalah ketika aku trsenyum melepasmu

cara mencinta

cinta itu adalah ketika aku terus mendo'akan kebahagiaanmu, dan melepaskanmu adalah caraku mencintaimu,

buih

aku bukan ombak, hnya buih yang meninggalkan jejak, diputih pasir pantaimu,,

sebuah senja

kelak disatu senja, kau dan aku akan saling bertatap mata, diam tanpa kata, disaat itulah, kesunyian telah menemukan jalan pulangnya,,

waktu

diam_diam waktu tlah mengabadikan luka_luka kita, kelak kita saling bercerita, tanpa cinta, tanpa airmata,,

hariku

seperti inikah pagiku? setahuku semenjak kau pergi, pagi juga ikut pergi, di hidupku hanya ada malam kelam yang abadi,,

racauanmu (14-08-2011)

aku rindu racauanmu ketika kau dipuncak nafsu #sajakmesum

ciumanmu

mulutmu selalu lebih tajam dari tikungan saat kita berciuman,,

kecupan

sayang,,, kelak akan ada yang mengecupmu melebihi lembutnya kecupanku, seraut wajah; malaikat maut,,

langitku

dekap aku sayang,, dan biarkan jantungku tetap berdetak, karena dilangitku mulai sepi, yang tersisa hanya gugusan bintang mati,,

telapak kaki ibu

adalah telapak kaki ibu yang menjadi ruang gaib bagi surga itu,,

sebuah waktu

kelak akan ada sebuah waktu dimana kau mencariku, dan aku sudah tak lagi berada di tempat itu,,

rindu

aku hanya bisa menjerit pedih dalam hati ketika merindumu, seperti bayi yg hanya bisa menangis ketika memanggil ibunya,,

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu ~ Sapardi Djoko Damono

sepi

sepi “baiklah, Jangan  mengeluh lagi. Semenjak dalam rahim, kau sudah sendiri. Tak usah mengeluh, kau dilahirkan hanya sendiri. Tak usah mengeluh, kau mati juga hanya akan sendiri.” Aku tak mengeluh, pun berpeluh . Sakit raga  jiwa tersayat-sayat. Aku tetap sendiri jugakan?? Aku tak berharap lebih, karena tak seseorang mengasihi. “Jadi apa gunanya teman?” mereka hanya sekedar bertanya. Setelah itu, mereka tetap biarkan aku sendiri. dari dulu, aku sudah menyadari. Aku hanya sendiri. dari dulu, aku sudah menyadari. Aku tak punya teman didunia ini Hidup ku hanya fiksi, setelah mati mungkin baru aku temui hal-hal yang pasti, Jadi tak perlu lagi menangisi sepi , Tak akan lagi aku menangis pada siapapun dari dulu aku sudah mengerti, Aku adalah sepi itu sendiri,,

sayang

Dan pada keheningannya, fajar menjadi binar, tatkala bibir berucap getir pada dua takbir setelah atahiat,,

kelak

sebelum semua pintu ku tutup,  terlebih dahulu ku tutup liang_liang anginnya,  mungkin ku sisakan satu jendela terbuka,  agar sewaktu_waktu kita dapat saling bertatap,  mungkin juga ku tutup semua'a, agar tak dapat lagi saling melihat,,,,

kekasihku (senja di kafe itu)

ku nikmati senja kala itu, dengan aroma  kopi khas yang masih tradisional, senja di café itu… Pandanganku tertuju pada satu wanita yang duduk di sudut cafe, parasnya cantik tatapan matanya sayu, senyumannya dingin tanpa ekspresi,, Mataku nanar mengamati gerak geriknya, ia memesan kopi pahit,, “Aneh.. dari caranya bicara, minumnya, akumerasa mengenal  gadis ini”.  Aku terdiam, belum berani menyapanya penasaranku semakin menjadi_jadi, kuberanikan diri duduk  di kursi kosong sebelahnya,, Perlahan dia keluarkan kertas kecil, ”cafe ini tak pernah sepi, tapi hatiku tetap saja kesepian…”, sebuah coretan tangan yang mulai memudar,,, Tubuhku  mendadak lunglai, ingatanku melayang ke masa lalu, aku pernah menulis kalimat itu untuk kekasihku,, Sepuluh tahun silam,,, sebelum senja itu merenggut nyawanya, kekasihku,,,

luka

ada sesuatu yang tak pernah benar2 hilang, sesuatu yang tak pernah benar2 pergi, sesuatu yang dirawat oleh waktu, luka,,

kau dan ibu

mana yang lebih menyakitkanmu, kehilangan aku atau ibu? kau pengusap luka2 ku , mencintaimu sama saja dengan mencintai ibu , jawabku !

kau

didirimu, terselip kedip bintang mati, birahi yang paling sunyi, se_khusuk maut, yg lebih lembut dari airmani,,

malam

hitamnya malam kian gemetar, ketika dia melangkah menjemput fajar, kau masih menunggu embun pagi membawakan takdirmu sendiri,,

aku

aku tulis puisi ini dengan airmataku sendiri, dan kau menangisi puisiku sambil memeluk cinta yang lain

di tepi usiaku

Biarkan urat-uratku mengepak ke taman di ujung waktu, di tepi usiaku, meneguk madu, mereguk harum jembutmu! ~ Zaim Rofiqi

luka ku

Kau adalah luka dihatiku, Aku mencocokkan darah ini dengan tanganku sendiri , agar tak seorangpun tahu ada luka di situ,,

pura_pura

berpura_pura bahagia adalah kebiasaanku , menebar tawa_tawa, hingga lupa caranya berairmata ataukah mungkin aku telah sedemikian lukanya,,

cinta dan keabadian

Sepasang lengan kita adalah do’a_do’a , dalam kesedihan dan kebahagiaan,, Bermunajat diantara celah duka dan bahagia, diantara keabadian dan kesementaraan, diantara kedatangan dan kepergian,, “apalagi yang hendak kau tunggui, cinta hanya menunda kecemasanku”, "katamu pada waktu itu" “lalu lenganku tengadah berdo’a; cinta itu tak akan pernah ada!”, "kataku, mencoba menipu diri dan waktu" dan anginpun menerbangkan kesunyianmu, dan juga kesunyianku, pada sesuatu yang tak kita kenali, Sesuatu yang tak pernah tunduk kepada waktu, sesuatu yang mencintai diri sendirinya pun dia tak pernah tahu,, “apakakah kita hanya sepasang kesedihan yang saling menentramkan?”, "tanyamu pada lukaku" “Lantas, siapa yang abadi?? jika cinta hanya mengajarkan kita ketabahan ketika kehilangan??”, "tanyaku, sambil sesekali mencoba menghentikan detik_detak waktu" adakah yang lebih abadi, selain sunyi, selain puisi… “tanyam

kau dan hujan

Aku cinta hujan, bagaimana ia memberiku embunnya dikaca jendela  untuk aku tuliskan namamu disana,, Aku selalu cinta hujan, ketika ia benamkan suaraku  saat ku berteriak memanggil namamu agar hanya aku yang tahu, hanya aku yang dengar,, Aku cinta hujan, bagaimana ia membagi genangannya pada tanah yang basah  untukku  melihat bayang wajahmu yang memerah saat payungmu patah,, Tapi aku benci badai, bagaimana ia merusak  & menghancurkan ruang hening hati ini,  tentang masa lalu yang sulit untuk kulupa,, dan pada akhirnya kau bilang, “dekap tubuhku erat, kita lalui badai ini bersama”, aku pun mulai tersenyum dan percaya, kau adalah keberanianku sebenarnya,,,

belum ada judul

begitu jelas kulihat peluh di garis wajahnya, seharian ini dia menjaga warung. akupun tak berani mengganggu lelapnya dan kubiarkan saja dia menikmati istirahatnya seharian itu tak ada satupun pembeli yang datang ke warung kami, Tapi sungguh, aku patut memberikan pujian untuknya, sungguh luar biasa ketabahannya, dia t’lah mengajarkan bagaimana aku sudah sepantasnya menerima keadaan sulit seperti saat ini Ada yang beli bu? “tanyaku” sambil melayangkan senyumanku Dia diam beberapa saat. Sudut bibirnya hanya membalas senyum simpul untukku, Belum,, “jawabnya” sudut matanya yang nanar tetap masih memberikan kesejukan untukku, lalu anganku menerawang, berfikir; disetiap pagi ibu harus bangun dini hari melawan dingin dan kantuk untuk memasak sementara aku masih tertidur lelap, Harapan ku setiap harinya adalah dagangan kami terjual, tapi sayangnya, hari itu bukan keberuntungan kami hingga tak ada seorangpun yang membeli, akupun tersenyum membalas senyuman ibu “Sabar ya

bawa aku

bawa aku ketempat dimana aku tak ingin lagi pulang, tempat dimana kau tak pernah lagi beranjak untuk meninggalkanku,, 

14 agustus 2011

diatas kursi itu kita bercumbu, desirnya menggetarkan seluruh sudut_sudut rindu, menggenapkan cinta dalam getir pahitnya takdir,,

ku titip Do'a dipuncak pohon Bidara

ku titip Do'a dipuncak pohon Bidara aku tlah mengenalmu jauh sebelum kau menyadarinya jauh sebelum jantungmu berdebar kencang untukku kelembutan mu seperti sentuhan jemari ibu kelembutan yang lahir dari sudut_sudut surga keajaiban jemari Tuhan yang membimbingnya sebelum jingga merubah warna desa aku selalu menunggumu, menunggu kehadiranmu dan berharap, detak_detik waktupun terhenti, seperti keatabahan akasia yang menunggu datangnya hujan Dan aku menyimpan dekapan lembut pertama kali sayap_sayap saljumu, Sebagai awal mula dari cinta ditubuh apiku kini, aku sendiri dan sepi, sunyi, seperti pohon bidara yang tenang di tepian pantai menatap sekumpulan burung_burung pulang kandang lalu menyaksikan rembulan, yang mengambang di sunyi tubuh lautan,, Bogor 23 september 2011 @sinyoadhie

kita

Kau wanita  bermahkota api yang menyanggul badai dikepalamu, Sedangkan aku laki_laki berjubah api yang melilitkan duri diseluruh tubuhku,